1. Baru-baru ini publik dibuat heboh dengan kemunculan foto-foto topless dari pedangdut pendatang baru, Pamela Safitri, yang juga merupakan anggota Duo Serigala. Entah akun Pamela di-hack oleh pihak tak bertanggung jawab atau ada unsur-unsur lain di dalam kasus ini, masih belum diketahui secara pasti jawabannya.
Menanggapi kasus tersebut, runner-up Puteri Indonesia 2014, Elfin Pertiwi Rappa buka suara. Ia menegaskan jika kini akan lebih berhati-hati dalam menyimpan atau mengunggah foto-foto pribadi di akun sosial media.
"Mama bilang yang berhubungan sama hal-hal pribadi seperti foto jangan disimpan, jangan di-post. Betul-betul apa yang bakal membuat pengaruh buruk, jangan disentuh," jawab gadis berusia 19 tahun itu ketika ditemui di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (14/4).
2. Penahanan seorang pengguna media sosial atas konten yang diunggah kini tengah menjadi perhatian nasional. Florence Sihombing, mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada Yogyakarta, harus mendekam di sel Polda DIY usai dilaporkan menghina masyarakat Yogya di akun Path miliknya.
Florence dijerat Pasal 27 ayat 3 terkait informasi elektronik yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik.
Nasib yang dialami Florence itu bukan pertama kalinya. Sejak UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disahkan April 2008, regulasi ini sudah menjerat beberapa korban di platfrom elektronik. Menurut Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet di Indonesia ICT Watch, UU itu telah memakan 32 korban pencemaran nama baik.
Jerat itu terdapat pada Pasal 27 ayat 3 UU ITE mengancam siapa pun yang mendistribusikan dokumen atau informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Sedangkan Pasal 28 UU itu juga memuat pelarangan penyebaran informasi yang menyebarkan kebencian.
3. Malang tak dapat ditolak. Seorang warga Surabaya ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim gara-gara mengomentari berita di sebuah media online tentang dugaan penggelapan uang Rp4,7 triliun di Gereja Bethany Surabaya yang linknya dibagi ke Facebook.
Johan Yan nama warga tersebut sebelumnya telah meminta maaf dan menghapus komentar yang ia berikan di Facebook, namun ia tetap dijadikan tersangka oleh kepolisan. Menurut pihak kepolisian Johan disangka melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 Ayat 3 melarang siapapun untuk menyebarkan informasi online yang punya muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Tentu saja rujukan yang diambil polisi adalah UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memagari aktifitas pengguna internet pada umumnya. Bila kita lihat, kasus ini sepele dan mungkin jauh dari pencemaran nama baik.
Menurut Johan sendiri, komentar yang ia berikan waktu itu sekadar status saja dan tidak bermaksud menjelekkan. Namun kemudian pihak gereja melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian.
Satu hal yang sangat penting dari kejadian ini adalah bahwa pengguna Facebook harus hati-hati, bukan hanya ketika membuat status, tetapi juga ketika berkomentar. Pasal 27 UU ITE yang diduga pasal karet bisa saja dikenakan jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh status atau komentar pengguna di Facebook.
